Rabu, 27 Juni 2012

Kotak Mimpi



Memilihmu sebagai pribadi yang menarik itu sudah kulakukan sejak lama. Jauh sebelum kamu menyadari keberadaanku, jauh sebelum aku menemukan kunci emas yang tengah kugenggam ditanganku saat ini.


Itu dulu sekali.. Saat dirimu menjelma awan sehalus serat seringan bulu, yang kemudian menerobos masuk dan bersembunyi dibalik rongga berbentuk pipih diatas tulang rusukku.


Aku membiarkanmu masuk, bukan karna aku menginginkanmu berada didalamnya. Tapi karena membiarkanmu masuk itu seperti bernapas bagiku. Tak pernah menyadari melakukannya, tapi langsung bergantung padanya. Membiarkanmu masuk itu terjadi begitu saja.


Kemudian waktu yang bergulir disekitarku menyadarkan aku. Bahwa dongeng sebelum tidur tidak semestinya dijadikan mimpi. Dan mimpi tidak semestinya berlangsung lebih lama dari kenyataan. Mentari terbit dan realita pun datang.


Sesuatu tentang realita, bahwa ia tidak pernah seindah mimpi. Aku membuatkan sebuah kotak sederhana untuk menyimpan mimpi itu. Saat aku membuatnya aku tahu, ini akan menjadi kotak yang tidak akan pernah aku buka kembali setelah aku menguncinya nanti.


Kotak mimpi itu berakhir di sudut sebuah ruangan kosong.. Sengaja kusimpan disana karena sudut itu gelap. Takkan ada sesuatu pun yang menyadari keberadaannya. Kuncinya kutelan untuk memusnahkannya.



Sesuatu tentang waktu.. Bahwa ia selalu membuat kita menemukan. Menemukan sesuatu yang hilang misalnya. Seperti waktu membuatku menemukan dia. Tepat disaat-saat ku jadi serapuh daun kering yang tertiup angin kesana kemari di musim gugur.


Dia memang bukan sesuatu yang hilang. Tapi sesuatu yang telah lama kudambakan. Caranya masuk dalam hidupku sangat tidak biasa. Tanpa sadar dia sudah membangun rumah dihatiku. (HaHaHa...)


Kini rumah itu telah jadi istana. Yang kuncinya dari emas. Yang kini tengah kugenggam di tanganku. Tepat saat kamu muncul kembali dihadapanku. Aku tergeming.



Tak ada satu kutu busuk pun yang pernah berani mengingatkanku tentang kotak mimpi yang kusembunyikan di sudut ruang gelap itu. Tapi kamu muncul dihadapanku, berdiri dengan gagahnya. Dengan tampang seolah tak berdosa. Menunjuk tepat ke arah dimana kotak itu kusembunyikan. Sungguh lancang.


Semakin aku memalingkan wajah darimu, semakin kamu maju. Mendekat. Dan semakin dekat kita, kunci yang kutelan bulat-bulat dulu itu semakin meronta-ronta mau keluar.


Semakin kamu mendekatiku semakin sulit pula usahaku untuk tidak memuntahkan kunci itu. Aku bukannya tidak ingin mengeluarkan kuncinya. Aku hanya tidak ingin kotak itu berakhir kosong nantinya.


Ketahuilah, jika kumuntahkan lagi kunci itu, istana indah yang kuncinya dari emas yang tengah kugenggam ini akan runtuh tak bersisa...


Lagipula, jika kuberikan kuncinya lagi padamu, apa kamu bisa menjaganya? Jika aku mengeluarkan kunci kotak itu dan membukakannya untukmu, apa kamu bisa merawat apa yang ada didalamnya hingga ia tumbuh kembali?


Sebenarnya apa yang ingin kau lakukan? Apa yang ingin kau dapatkan? Apa tujuanmu menginginkan kunci kotak yang tidak pernah kuniatkan untuk membukanya? Apa kau tidak bisa melihat usangnya? Kotak itu sudah terlalu lama berada disana.


Tak bisakah kau biarkan saja dia disana, jika yang hendak kau lakukan hanyalah merebut kuncinya dariku dan membukanya, lalu menghancurkan isi kotak itu dengan beranjak pergi..


Tak bisakah kau biarkan saja isi kotak itu membeku bersama kotak usangnya, jika yang kau inginkan hanyalah rasa puas telah berhasil membukanya?


Jika kamu benar menginginkan kotak usang itu dan yakin mampu menjaga dan merawat isi didalamnya dengan baik, tunjukkan padaku niat baikmu... Atau beranjak pergi saja dari sekarang bila toh nantinya kau berniat begitu...


Bagaimana lah pula aku bertanggung jawab pada dia yang telah membangunkanku sebuah istana berkunci emas? Bagaimana aku menjawabnya bila ia bertanya kenapa aku semudah itu menghancurkan istananya, hanya untuk sebuah kotak usang?


Bagaimana lah pula bila sesuatu membuatku menangis? Apa kau bersedia menjadi sapu tangan? Atau pelukan yang menguatkan?


Memilihmu sebagai figur yang kusukai semudah udara terperangkap dalam paru-paruku. Seperti halnya aku menyukai awan-awan yang bergelung malas di bentangan langit biru, aku menyukaimu. Seperti awan yang begitu halus memasuki rongga dadaku pertama kalinya waktu dulu.


Seperti awan. Itulah dirimu. Sangat mudah disukai, sangat membuat jatuh hati. Membuat siapa saja yang melihatnya ingin sekali menggenggam atau bermain-main diatasnya seakan mereka lembut dan empuk seperti kelihatannya.


Namun, seperti layaknya awan-awan dilangit, kau diciptakan bukan untuk digenggam. Membuat orang terbang tinggi hanya untuk merasakan kelembutanmu, tapi kemudian jatuh tersungkur ke bumi. Kau hanya kumpulan air yang menggantung di langit.

Minggu, 03 Juni 2012

Kupumu


Aku menjelma kupu tak bersayap di kertas gambarmu
Aku merasakan tiap goresan kasih sayangmu
Meliuk-liuk mesra...
atau garis-garis tajam tegas

Aku adalah kupu tak bersayap di kertas gambarmu
Yang kau tuangkan padanya warna-warnamu
Cintamu memerah padaku
Senyummu menghijau sebagianku
Dan dukamu membirukanku

Aku kupu tak bersayap di kertas gambarmu
Yang kau tambahkan dua helai sayap indah dibalik punggungnya
Tapi sayap itu hanya bisa menghiasiku saja
Karena sayapku bukanlah goresan tinta
Sayapku, dia nyata...
Sayapku kuat dan mempesona
Sayapku yang sederhana

Aku memang kupu tak bersayap di kertas gambarmu
Dan sayapku,
Itu kamu...
Seorang yang mengembangkannya
Dan mengepakkannya  hingga aku dapat terbang disisimu

Akulah kupu tak bersayap di kertas gambarmu
Yang melihat diriku melalui dirimu
Yang terbang dengan kekuatanmu
Yang mempelajari dunia melalui matamu
Karna aku kupumu...