Kamis, 31 Mei 2012

Mana yang lebih baik?


Adakah marah yang begitu hebatnya, hingga memampukanmu untuk mencampakkan orang yang telah mempertemukanmu dengan hal terbaik yang tengah kau miliki dalam hidupmu?? Patutkah saya membencinya?? Memangnya siapa saya?? Tuhan pun tidak sembarangan membenci makhluk-Nya. Nabi pun tidak serta-merta membenci umatnya yang tidak menyukainya. Saat embun pagi berubah menjadi rintikan hujan, alam seakan berkata.. sebaik-baiknya insan adalah insan yang dengan cepat menghapuskan amarah dan dengki dalam hatinya, digantikannya dengan maaf dan kasih sayang.

Bukankah rasa MARAH seharusnya jadi rahmat untuk mentenagai ketegasan mengubah keadaan menjadi lebih baik, dan bukannya untuk menghinakan diri dan merusak hubungan baik dengan sesama?? Bagaimana bisa terbang jika belum-belum sudah takut terjatuh ke tanah? Bagaimana mau punya sayap indah bila terus-terusan main di lumpur? Bagaimana bisa jadi orang besar yang hebat bila terus mengkerdilkan diri dengan hal-hal sepele yang tidak bisa dipertanggungjawabkan?

Bukankah Tuhan itu Maha Memaafkan? Bukankah Nabi juga pemaaf? Bukankah insan sejati itu hanya bernaung dalam lindungan Tuhannya dan menirukan Nabinya?

Tubuh ini bergetar menyimpan amarah yang amat sangat. Seakan dia berpesan pada saya, ini semua telah melampaui batas kemanusiaanmu. Jangan lagi kau siksa dirimu dengan menyimpan hal-hal buruk yang tidak sesuai dengan jiwa kemanusiaanmu. Itu akan mengotori hatimu, akalmu, dan aku tubuhmu.











Bukankah...
Maaf itu mulia?